Sabtu, 08 Mei 2010

ASKEB IBU IV HERPES SIMPLEX

TUGAS ASKEB IBU IV

“ HERPES SIMPLEK “

Dosen : Desy Lusiana W. M.Kes

Disusun Oleh :

Syafiatus Sholikah (099.08.059)

PRODI DIII KEBIDANAN

UNIVERSITAS TULUNGAGUNG

2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Herpes Simplek “ ini dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. dr.H. Soeharno selaku Ketua Program Studi D III Kebidanan Universitas Tulungagung.

2. Desy Lusiana W, M.Kes yang telah sabar dan meluangkan waktu untuk member bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

3. Teman-teman AKBID UNITA Tulungagung Angkatan IV yang telah memberikan semangat, yang tidak bisa penulis ungkapkan satu persatu. Serta berbagai pihak yang telah membantu selama proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak dan semoga makalah ini bermanfaat. Amin.

Tulungagung, April 2010

Penulis


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi

2.2 Defisiensi

2.3 Pencegahan

2.6 Gejala

2.7 Pengobatan

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Desain Penelitian

3.2 Kerangka Kerja

BAB IV KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Saat ini banyak sekali penyakit yang menyertai kehamilan, yang sangat membahayakan bagi ibu maupun janinnya. Salah satu penyakit tersebut adalah herpes.

Bila kita hamil dan terinfeksi herpes simpleks, kita mungkin takut akan risiko menularkannya pada bayi kita. Sebetulnya resiko itu sangat amat rendah – terutama bila kita sudah agak lama terinfeksi herpes.

Risiko tertinggi herpes neonatus terjadi pada bayi bila ibunya tertular herpes simpleks pada akhir kehamilan. Walau jarang, hal ini memang terjadi, dan dapat menyebabkan penyakit yang berat, bahkan gawat, pada bayi. Cara terbaik untuk melindungi bayi kita adalah untuk mengetahui fakta mengenai herpes simpleks serta bagaimana melindungi dirinya.

Penyakit ini sudah dikenal sejak zaman dulu dan merupakan kelainan yang sering dijumpai secara sporadis tanpa prevalensi musim. Secara klasik herpes zoster dikenal sebagai penyakit orang tua, insidensnya meningkat tajam pada umur diatas 60 tahun tetapi dapat terjadi pula pada semua umur. Diperkirakan antara 10 dan 20 % populasi akan mengalami serangan herpes zoster selama hidupnya.1

Insiden pada pria dan wanita sama banyaknya. Penderita herpes zoster biasanya pada dewasa, kadang-kadang juga pada anak-anak. Penyakit ini terutama pada orang dewasa diatas 50 tahun, walau sekitar 5 – 10 % mengenai anak-anak. Insidensinya meningkat sesuai pertambahan usia. Menurunnya imunitas seluler karena usia lanjut merupakan faktor utama penyebab reaktivasi. Jumlah penderita herpes zoster di RSCM Jakarta selama tahun 2000 tercatat berjumlah 122 pasien, 40 pasien berumur 15 – 24, 48 pasien berumur 25 – 44, dan 34 pasien berumur 46 – 64.

Keadaan ini tidak menunjukkan jumlah kasus dengan kecenderungan meningkat menurut usia, banyak faktor yang mempengaruhi, kemungkinan kunjungan usia produktif ke RSCM lebih banyak dibandingkan dengan para lanjut usia. Insiden herpes zoster tidak tergantung musim. Namun sebuah survei serologis di negeri beriklim tropis menunjukkan seroprevalensi yang lebih rendah dibandingkan dengan negeri yang memiliki iklim lebih dingin, kemungkinan karena cuaca panas menghambat penyebaran virus.1,3,4

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami secara mendalam tentang herpes

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Mempelajari dan memahami pengertian herpes.

1.2.2.2 Mempelajari dan memahami tentang macam-macam herpes

1.2.2.3 Mengetahui dan memahami pencegahan herpes

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Profesi

Memberikan informasi dan motifasi dalam peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

1.3.2 Bagi Peneliti

1.3.2.1 Dapat menerapkan teori tentang metodologi dalam peningakatan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

1.3.2.2 Penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis tentang herpes simplek dan herpes dalam kehamilan

1.3.2.3.1 Bagi institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan sebagai informasi untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan herpes dalam kehamilan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemologi

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan menyerang baik pria dan wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi virus herpes simpleks tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi virus herpes simpleks tipe II biasanya terjadi pada usia dewasa dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.

Diseluruh dunia angka kejadian tiap tahun antara 1,2-3,4 kasus per 1000 penduduk sehat, dan meningkat 3,9-11,8 kasus per tahun per 1000 penduduk berusia lebih dari 65 tahun. Dari sebuah penelitian diperkirakan 26% pasien yang terkena herpes zoster mengalami komplikasi salah satunyapostherpetic neuralgia diperkirakan terjadi pada 20% pasien.

2.2 Definisi

Penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang ditandai adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan merah. Vesikel ini paling sering terdapat di sekitar mulut, hidung, daerah genital dan bokong, walaupun dapat juga terjadi di bagian tubuh lain.

2.3 Macam – macam herpes

Sebenarnya penyakit herpes memiliki banyak macam berdasarkan jenis virus dan cara penularannya serta letak kelainannya, tetapi pada masyarakat awam , herpes lebih dihubungkan dengan penyakit kelamin, dalam hal ini disebut herpes genitalis.

2.3.1 Macam-macam infeksi herpes ;

2.3.1.1 Herpes genitalis

Infeksi virus herpes simplex tipe II pada alat genital dan biasanya ditularkan melalui hubungan badan

2.3.1.2 Herpes simpleks

1) Infeksi virus herpes simplex tipe I berupa kumpulan lepuhan pada kulit wajah,hidung,sekitar mulut dan dapat ditularkan melalui handuk,sapu tangan

2) bisa juga disebabkan oleh virus simpleks tipe II dengan penularan melalui seks oral

2.3.1.3 Herpes zoster

1). Infeksi saraf oleh virus varicella zoster berupa lepuhan pada kulit mengikuti jalannya persarafan. Biasanya menyerang orang dengan daya tahan tubuh yang lemah dan orang- orang lanjut usia.

2). Bukan merupakan penyakit kelamin/ akibat hubungan seksual

2.4 Pencegahan

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran herpes simpleks antara lain:
2.4.1 Hindari berhubungan seksual dengan orang lain bila masih terdapat vesikel
2.4.2 Hindari pinjam meminjam barang pribadi seperti handuk
2.4.3 Hindari pencetus terjadinya episode rekuren seperti kurang tidur, stress berlebihan.

2.5 Penyebab

Penyakit ini disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I dan tipe II. Virus herpes simpleks tipe 1 berperan dalam kelainan di sekitar mulut sedangkan virus herpes simpleks tipe II berperan dalam kelainan di sekitar genital. Daerah yang terkena ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual seperti oral-genital, sehingga herpes yang terdapat di daerah genital kadang-kadang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe II.

2.6 Gejala

Gejala herpes simpleks dapat bervariasi dari satu individu ke individu lain. Infeksi pertama berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala lain seperti demam, lemas, nyeri di sekitar mulut, tidak mau makan dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening. Gejala utamanya berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan merah, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi keruh, terkadang gatal dan dapat menjadi krusta. Krusta ini kemudian akan lepas dari kulit dan memperlihatkan kulit yang berwarna merah jambu yang akan sembuh tanpa bekas luka.

Vesikel ini dapat timbul di tubuh bagian mana saja, namun paling sering timbul di daerah sekitar mulut, hidung, daerah genital dan bokong. Setelah itu, penderita masuk dalam fase laten, karena virus tersebut sebenarnya masih terdapat di dalam tubuh penderita dalam keadaan tidak aktif di dalam ganglion (badan sel saraf), yang mempersarafi rasa pada daerah yang terinfeksi. Pada fase ini tidak ditemukan gejala klinis.

Infeksi rekuren (berulang) dapat terjadi bila virus herpes simpleks pada ganglion yang dalam keadaan tidak aktif dengan sebuah mekanisme menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala. Mekanisme itu dapat berupa demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, gangguan emosional, menstruasi dan sebagainya. Gejala yang timbul lebih ringan daripada infeksi pertama dan berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Selain itu terkadang timbul rasa panas, gatal dan nyeri

Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian yang serius, karena virus dapat sampai ke sirkulasi darah janin melalui plasenta (ari-ari) serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis (radang selaput otak), keratokonjungtivitis (radang di mata) atau hepatitis (radang di hati).

2.7 Pengobatan

Untuk mengobati herpes simpleks, dokter dapat memberikan pengobatan antivirus dalam bentuk krim atau pil. Pengobatan ini tidak dapat menyembuhkan herpes simpleks, namun dapat mengurangi durasi terjadinya penyakit dan mengurangi beratnya penyakit. Antivirus yang diakui oleh FDA (badan pengawas obat-obatan Amerika Serikat) antara lain: Acyclovir, Valacyclovir dan Famcyclovir. Jika seseorang sedang mendapat pengobatan untuk herpes simpleks, maka pasangan seksualnya disarankan untuk diperiksa, dan bila perlu, diobati juga walaupun tidak ada gejala. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya komplikasi yang serius pada infeksi herpes simpleks yang tidak terdiagnosis atau mencegah penyebaran infeksi ini ke orang lain. Mereka juga disarankan untuk tidak berhubungan seksual sampai selesai pengobatan.



BAB III

PEMBAHASAN

Gejala prodormal herpes biasanya berupa rasa sakit, hiperestesi dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang keluarnya erupsi. Gejala konstitusional seperti malaise, sakit kepala dan demam terjadi 5 % penderita terutama anak-anak dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.

Gambaran yang paling khas pada herpes adalah erupsi yang lokalisata dan hampir selalu unilateral, jarang melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.

Erupsi mulai dengan makulopapular eritematous. Dua belas hingga 24 jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ke-3. Seminggu sampai 10 hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap selama 2-3 minggu.

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun daerah-daerah lain tidak jarang. Sebelum timbul gejala kulit, terdapat gejala prodromal baik sistemik (demam, malese, pusing), maupun gejala prodromal lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal). Lebih dari 80% biasanya diawali dengan gejala prodromal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir selalu unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh.

Erupsi mulai dengan makulopapula eritematus, 12 – 24 jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ke-3. Seminggu sampai 10 hari kemudian lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap selama 2 – 3 minggu. Mukosa dapat terjangkit dalam bentuk seperti sariawan, erosi datar dan ulkus.

Menurut daerah penyerangannya dikenal :

* Herpes zoster oftalmika : menyerang dahi dan sekitar mata

* Herpes zoster servikalis : menyerang pundak dan lengan

* Herpes zoster torakalis : menyerang dada dan perut

* Herpes zoster lumbalis : menyerang bokong dan paha

* Herpes zoster sakralis : menyerang sekitar anus dan genitalia

* Herpes zoster otikus : menyerang telinga

Gejala klinis

  • Herpes genitalis
    • Lepuh kecil di daerah kemaluan/anus/vagina dan bisa membentuk luka
    • Gatal
    • Nyeri,kesemutan
    • Perih bila kontak dengan air seni
    • Bengkak pada lipat paha
  • Herpes simpleks
    • Lepuh kecil pada sekitar hidung,mulut,atau bagian lain dari wajah dan biasanya akan mengering dan sembuh sendiri dalam waktu 8-10 hari
    • Gatal,nyeri, rasa panas,rasa kesemutan
  • Herpes Zoster
    • Demam,rasa tidak enak badan
    • Sebaris lepuhan pada salah satu sisi tubuh, biasanya mengering dan menghilang setelah beberapa minggu
    • Sangat nyeri disertai gatal

Etiologi

Herpes disebabkan oleh Varisella Virus yang mempunyai kapsid tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Virus varisela dapat menjadi laten di badan sel saraf, sel satelit pada akar dorsalis saraf, nervus kranialis dan ganglio autonom tanpa menimbulkan gejala. Pada individu yang immunocompromise, beberapa tahun kemudian virus akan keluar dari badan saraf menuju ke akson saraf dan menimbulkan infeksi virus pada kulit yang dipersarafi. Virus dapat menyebar dari satu ganglion ke ganglion yang lain pada satu dermatom.

Herpes disebabkan oleh Varicella Zoster Virus, kelompok virus Herpes, termasuk virus sedang berukuran 140 – 200 nm dan berinti DNA. Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas dan lingkungan pH yang tinggi.

PATOGENESIS

Selama terjadinya infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi di kulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan disini tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan daya infeksiusnya. Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion, biasanya disertai neuralgia yang hebat. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.

Herpes zoster hanya terjadi pada pasien yang sebelumnya pernah terinfeksi varisela, selama terjadi infeksi varisela VZV meninggalkan lesi dikulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf sensorik di spinal cord dan ganglion gaserii. Dalam ganglion ini virus memasuki masa laten dan tidak infeksius, serta tidak mengalami multiplikasi.

Bila daya tahan tubuh menurun, akan terjadi reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar didalam ganglion sel-sel saraf, dan virion yang berkapsid dibawa menuju ke axon pada daerah yang dipersarafi oleh ganglion tersebut. Pada kulit, virus menyebabkan reaksi inflamasi lokal dan lepuh. Lamarasa nyeri yang ditimbulkan tergantung pada pertumbuhan dan penyebaran virus pada saraf yang terkena.

VZV mengikuti serabut saraf sensorik, sehingga terjadi neuritis yang berakhir dengan erupsi yang khas pada herpes zoster. Adanya nekrosis pada saraf dan reaksi inflamasi yang berat biasanya disertai dengan neuralgia yang hebat

Herpes dan kehamilan

• Bila seorang ibu dengan herpes kelamin mempunyai virus di saluran kelahiran pada saat melahirkan, herpes simpleks dapat tertulari pada bayi (herpes neonatus).

• Herpes juga dapat ditularkan pada bayi dalam minggu-minggu pertama kehidupan bila bayi dicium oleh seseorang dengan luka herpes mulut. Walau jarang, herpes dapat ditularkan melalui sentuhan, bila seseorang menyentuh luka herpes dan langsung menyentuh bayi.Namun ada kewaspadaan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko penularan dari ibu-ke-bayi.

Kurang dari 0,1% bayi terlahir di AS setiap tahun mendapatkan herpes saat lahir. Sebaliknya, kurang lebih 25-30% ibu hamil terinfeksi herpes simpleks. Hal ini berarti kebanyakan perempuan dengan herpes simpleks melahirkan bayi yang sehat. [Tidak tersedia angka untuk Indonesia

Bayi paling berisiko tertular herpes neonatus bila ibunya sendiri tertular herpes simpleks pada akhir masa kehamilan. Hal ini terjadi karena ibu yang baru tertular belum memiliki antibodi terhadap virus, sehingga tidak ada perlindungan untuk bayi saat lahir. Tambahan, infeksi herpes baru sering aktif, sehingga ada kemungkinan yang lebih tinggi bahwa virus akan timbul di saluran kelahiran saat melahirkan.

Seorang perempuan yang terinfeksi herpes simpleks sebelum hamil memiliki risiko sangat rendah menularkan virusnya ke bayinya. Hal ini karena sistem kekebalan membuat antibodi yang dialihkan pada bayi melalui plasenta. Walau herpes menjadi aktif di saluran kelahiran saat melahirkan, antibodi tersebut melindungi bayi. Tambahan, bila ibu itu mengetahui dia terinfeksi herpes simpleks, dokter atau bidan dapat mengambil langkah untuk melindungi bayi.

Herpes neonatus dapat menyebabkan infeksi yang berat, mengakibatkan kerusakan yang menahun pada susunan saraf pusat, perlambatan mental, atau kematian. Pengobatan, bila diberi secara dini, dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan menahun, tetapi bahkan dengan pengobatan antiviral, infeksi ini berdampak buruk pada kebanyakan bayi.

Bila kita hamil dan terinfeksi herpes simpleks, kita mungkin takut akan risiko menularkannya pada bayi kita. Sebetulnya risiko itu sangat amat rendah – terutama bila kita sudah agak lama terinfeksi herpes. Langkah berikut dapat membantu mengurangi risikonya menjadi lebih rendah lagi.

§ Bicara dengan dokter kandungan atau bidan. Pastikan dia tahu kita terinfeksi herpes simpleks.

§ Pada saat persalinan, dokter harus memeriksakan kita secara dini dengan lampu kuat untuk melihat apakah ada luka atau tanda jangkitan. Beri tahu dokter bila ada tanda jangkitan – gatal, perasaan geli, atau nyeri.

Herpes pada kehamilan

• Bila kita mengalami jangkitan aktif pada saat persalinan, tindakan yang paling aman untuk melahirkan adalah dengan bedah sesar untuk mencegah agar bayi tidak menyentuh virus dalam saluran kelahiran. Bila kita tidak mengalami jangkitan aktif, kita dapat melahirkan melalui vagina.

• Minta agar dokter tidak memecahkan ketuban bila tidak harus. Ketuban dapat melindungi bayi terhadap virus apa pun di saluran kelahiran.

• Minta agar dokter tidak memakai alat pemantau kepala janin selama persalinan untuk memantau denyut jantung bayi bila tidak dibutuhkan secara medis. Alat ini membuat tusukan yang sangat kecil pada kepala bayi, yang memungkinkan virus masuk. Dalam kebanyakan kasus, alat pemantau luar dapat dipakai.

• Minta agar vakum atau alat mendorong bayi tidak dipakai selama persalinan kecuali dibutuhkan secara medis. Alat ini juga dapat menyebabkan luka pada kepala bayi, yang memungkinkan virus masuk.

• Setelah kelahiran, memantau bayi secara seksama selama kurang lebih tiga minggu. Gejala herpes neonatus termasuk ruam, demam, lekas marah, atau kurang nafsu makan. Walau gejala ini dapat menunjukkan penyakit ringan, jangan menunggu bayi menjadi pulih. Segera periksakan bayi ke dokter anak. Pastikan dokter tahu kita terinfeksi herpes simpleks.

• Kemungkinan besar bayi kita akan sehat.

Perempuan tidak terinfeksi herpes simpleks

Risiko tertinggi herpes neonatus terjadi pada bayi bila ibunya tertular herpes simpleks pada akhir kehamilan. Walau jarang, hal ini memang terjadi, dan dapat menyebabkan penyakit yang berat, bahkan gawat, pada bayi. Cara terbaik untuk melindungi bayi kita adalah untuk mengetahui fakta mengenai herpes simpleks serta bagaimana melindungi dirinya. Langkah pertama yang mungkin adalah mengetahui apakah kita sudah terinfeksi virus itu, dengan melakukan tes untuk virus tersebut.

Bila hasil tes herpes simpleks adalah negatif, tetapi pasangan kita terinfeksi, kita dapat tertular bila kita tidak mengambil langkah untuk mencegah penularan. Langkah berikut dapat melindungi kita dari infeksi selama kehamilan.

• Bila pasangan kita terinfeksi, tidak melakukan hubungan seks selama jangkitan aktifnya. Antara jangkitan, memakai kondom dari awal sampai akhir setiap kali berhubungan seks, walau pasangan tidak mempunyai gejala – herpes simpleks dapat menular walau tidak ada gejala. Mempertimbangkan tidak melakukan hubungan seks sama sekali pada triwulan terakhir.

• Jangan membiarkan pasangan melalukan seks oral dengan kita bila dia mempunyai herpes mulut. Herpes mulut dapat menular pada kelamin melalui seks oral.

• Bila kita tidak tahu apakah pasangan kita terinfeksi herpes simpleks, mungkin kita dapat minta pasangan agar dites.

Bila kita mengalami gejala kelamin, atau ada risiko kita terpajan pada herpes simpleks, langsung memberi tahu dokter kandungan atau bidannya. Namun, kita harus sadar bahwa herpes dapat tidur selama bertahun-tahun. Yang tampaknya infeksi baru kadang kala adalah yang lama, dan menimbulkan gejala untuk pertama kali. Bahas cara terbaik untuk melindungi bayi dengan dokter.

Bila seorang ibu hamil terlanjur terinfeksi herpes simpleks baru selama triwulan terakhir, banyak dokter meresepkan obat antiviral. Bila ada luka atau gejala prodrom pada saat persalinan, kelahiran dengan bedah sesar adalah cara yang paling aman untuk mencegah agar bayi tidak terkena virus di saluran kelahiran. Bila infeksi terdapat pada akhir kehamilan, banyak dokter akan mengusulkan bedah sesar walau tidak ada luka.

Bila pasangan kita hamil, dan dia tidak terinfeksi herpes kelamin, kita dapat membantu memastikan bahwa bayinya aman dari infeksi. Kita sebaiknya melakukan tes untuk herpes simpleks. Ingat, banyak orang terinfeksi herpes simpleks, dan kebanyakan tidak bergejala. Bila kita terlanjur terinfeksi, ikuti pedoman berikut untuk melindungi pasangan selama kehamilan.

• Memakai kondom dari awal sampai akhir setiap kali melakukan hubungan seks, walau kita tidak mempunyai gejala. Herpes simpleks dapat menular walau tidak ada gejala melalui proses yang disebut pengeluaran tanpa gejala.

• Bila kita mengalami jangkitan herpes, jangan melakukan hubungan seks sampai jangkitannya pulih total.

• Bicara dengan dokter mengenai penggunaan obat antiviral untuk menekankan jangkitan dan mengurangi risiko penularan antara jangkitan secara bermakna.

• Mempertimbangkan puasa seks (vagina, oral atau dubur) selama triwulan terakhir.

• Bila kita terinfeksi herpes mulut, jangan melakukan seks oral pada pasangan untuk mencegah penularan virus tersebut.

Kehamilan dan obat antiviral Banyak perempuan agak ragu dengan penggunaan obat antiviral selama kehamilan untuk menekan jangkitan pada triwulan terakhir. Belum ada obat yang disetujui untuk mengobati herpes dalam keadaan ini. Walau demikian, asiklovir dipakai oleh beberapa dokter untuk mengobati perempuan dengan herpes kelamin pada akhir kehamilan. Penelitian kecil memberi kesan bahwa asiklovir yang dipakai setiap hari pada bulan terakhir kehamilan akan mencegah jangkitan, dan oleh karena itu mengurangi kebutuhan akan bedah sesar, tetapi beberapa ahli tetap ragu mengenai keamanan janin terpajan obat ini.

Sekarang, produsen asiklovir tidak mengusulkan penggunaannya selama kehamilan. Dari sisi lain, produsen ini melacak pengalaman beberapa ratus ibu yang memakai obat ini selama kehamilan, beberapa tidak sengaja, dan bukti sampai saat ini memberi kesan bahwa asiklovir tidak terkait dengan risiko cacat janin yang lebih tinggi atau dampak buruk pada kehamilan. Berdasarkan data ini, penggunaan pengobatan rumatan harian selama bulan terakhir kehamilan menjadi semakin lazim. Walau jarang, bayi dapat mengalami herpes neonatus setelah kelahiran. Infeksi tersebut hampir selalu disebabkan ciuman oleh seorang dewasa dengan herpes mulut yang aktif, sering dengan luka di sebelah mulut. Untuk melindungi bayi kita, jangan menciumnya bila kita mempunyai luka herpes di mulut.

Diagnosis dan diagnosis banding

Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelumnya atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan dikulit. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodormal demam, pusing, malaise. Kelainan kulit mula mula berupa eritema, berkembang menjadi papula dan vesikula berkelompok dasar eritematous, unilateral sesuai dermatom yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mulajernih setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat bercampur darah. Jika absorbsi terjadi vesikel menjadi krusta

Pada stadium pra erupsi diagnosis sulit ditegakkan memberikan gambaran seperti penyakit lain, seperti pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal dan sebagainya. Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan dengan melihat gambaran erupsi. Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan tes Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak akan tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan infeksi HSV dan VZV. Pemeriksaan DFA (Direct flourecent antibody) dari sel yang terinfeksi dapat memberikan hasil secara cepat. Pemeriksaan PCR (Polymerase chain reaction) dapat mendeteksi VZV DNA secara cepat dari cairan spinal dan tingkat sensitivitas yang tinggi. Kultur virus untuk diagnosis pasti adanya VZV.

Herpes zoster kadang sulit dibedakan dengan impetigo, dermatitis kontak, folikulitis, scabies, dermatitis herpetiformis, herpes simplek, dan varisela.

Diagnosa :

* Herpes simpleks

Hanya dapat dibedakan dengan mencari VHS dalam embrio ayam, kelinci, tikus. Baik VHS maupun VHZ terjadi sebagai vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa dan memperlihatkan sel datia berinti banyak pada apusan Tzank. Pada VHS kelompok vesikel biasanya sebuah, sedangkan pada VHZ biasanya terdiri atas beberapa kelompok vesikel pada satu distribusi dermatomal.

* Varisela

Biasanya lesi meyebar sentrifugal, dan selalu disertai demam.

* Selulitis

VHZ maupun selulitis dapat berawal sebagai daerah yang eritematosa dan edematosa, bedanya pada selulitis distribusi tidak mengikuti dermatom dan pada VHZ ada gejala prodromal.

* Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak biasanya lebih menyebabkan gatal daripada rasa nyeri. Lesi VHZ adalah vesikel berkelompok, sedangkan lesi dermatitis kontak biasanya linier atau mempunyai konfigurasi aneh.

Komplikasi

1.Post Herpetic Neuralgia

Merupakan rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun, cenderung terjadi pada usia >40 tahun dengan gradasi nyeri yang berbeda. PHN merupakan komplikasi serius dari herpes zoster, menyebabkan morbiditas dengan manifestasi insomnia, kelelahan, depresi, dan gangguan aktivitas sehari-hari. Pada pasien ini menunjukkan fungsi yang abnormal dari serat tidak bermielin nosiseptor, kehilangan sensori, sistem deteksi nyeri dan suhu menjadi lebih sensitif, peningkatan respon nyeri (allodinia). Nyeri pada neuralgia pasca herpetika merupakan nyeri neuropatik yang diakibatkan oleh perlukaan saraf perifer sehingga terjadi perubahan pada proses pengolahan sinyal pada sistem saraf pusat. Saraf perifer yang sudah rusak memiliki ambang aktivasi yang lebih rendah sehingga memberikan respon berlebihan terhadap stimulus, terjadi hipereksibilitas kornu dorsalis sehingga menimbulkan respon sistem saraf pusat yang berlebihan terhadap semua rangsang sensorik. Perubahan ini berjalan dalam berbagai macam proses sehingga pendekatan terapeutik pada neuralgia pasca herpetika dapat berbagai macam.

2.Keratokonjunctivitis pada herpes zoster opthalmicus

3.Syndroma Ramsay Hunt pada herpes yang mengenai ganglion genikulatum

4.Herpes zoster generalisata, zoster yang disertai dengan varisela

5.Pada sistem saraf dapat terjadi ensefalitis, aseptic meningitis, myelitis, fasial palsy.

Komplikasi lain yang bisa terjadi :

v Herpes genitalis

v Kanker leher rahim pada wanita

v Radang otak dan cacat bawaan pada anak

v Herpes zoster

v Depresi

v Kebutaan bila menyerang persarafan ke mata

v Sindroma Ramsay Hunt ; ada ruam lepuh pada wajah disertai nyeri di telinga,hilang rasa pada lidah bagian depan dan kelumpuhan otot wajah

PENATALAKSANAAN

1. Pasien diistirahatkan

2. Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik. Untuk nyerinya diberi analgetik, dapat pula ditambahkan neurotropik : vit B1, B6, B12.

3. Penting segera mengeringkan vesikel. Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder, yaitu dengan bedak salisil 2%. Jika terjadi infeksi sekunder, dapat diberi antibiotik lokal, misal salep kloramfenikol 2%.

4. Terapi triamsinolon atau prednison per oral pada pasien tua bisa menurunkan kemungkinan neuralgia pasca herpetik. Pemberian secara oral prednison 30 mg/hari atau triamsinolon 48 mg/hari akan memperpendek masa neuralgia pasca herpetik, terutama pada orang tua dan seyogianya sudah diberikan sejak awal timbulnya erupsi. Indikasi lain pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay-Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan adalah prednison dosis 3 x 20 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap.

5. Indikasi pemberian asiklovir pada herpes zoster :

* Pasien ≥ 60 tahun dengan lesi muncul dalam 72 jam

* Pasien ≤ 60 tahun dengan lesi luas, akut dan dalam 72 jam

* Pasien dengan lesi oftalmikus, segala umur, lesi muncul dalam 72 jam

* Pasien dengan lesi aktif menyerang daerah leher, alat gerak dan perineum (lumbal-sakral)

Antivirus juga diindikasikan untuk pasien dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya, juga pada kasus yang berat. Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan valasiklovir cukup 3 x 1000 mg/hari karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Antivirus paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi muncul merupakan rejimen yang dianjurkan. Jika lesi baru masih tetap timbul, obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.

Penatalaksanaan Herpes Zoster

1.Antiviral

Antiviral terbukti dapat mempercepat penyembuhandan mengurangi rasa nyeri yang timbul. Terapi efektif jika diberikan dalam waktu kurang dari 72 jam setelah timbulnya ruam, selama lesi masih aktif dan tidak efektif jika diberikan pada fase krustasi. Antiviral menurut beberapa penelitian dapat menurunkan durasi PHN akan tetapi efek dapat mencegah terjadinya PHN masih kontroversial. Beberapa antivirus yang terbukti efektif untuk mengobati infeksi herpes zoster, yaitu asiklovir, valasiklovir, famsiklovir. Valasiklovir, famsiklovir masih mempunyai efektivitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan asiklovir.

Asiklovir merupakan antiviral yang menghambat DNA polimerase. Dapat diberikan oral maupun IV. Pemberian oral mempunyai bioavailiabilitas rendah sehingga diberikan 5 kali sehari. Pengobatan secara IV diberikan pada pasien imunocompromise berat atau tidak dapat minum obat secara oral. Efektivitas pemberian secara topikal diragukan. Bioavailabilitas asiklovir yang diberikan per oral berkisar antara 10%-30% dan menurun dengan peningkatan dosis.

Asiklovir disebarluas kedalam berbagai cairan tubuh termasuk cairan vesikel, bola mata, dan serebrospinal. Kadar dalam cairan saliva rendah, dan dalam cairan vagina bervariasi, dibandingkan kadarnya dalam plasma. Kadar asiklovir di air susu, cairan amnion, dan plasenta lebih tinggi daripada dalam plasma. Kadar dalam plasma bayi baru lahir sama tinggi dengan kadar dalam plasma ibu. Penyerapan asiklovir melalui kulit setelah pemberian topikal adalah rendah.

Valasiklovir merupakan prodrug asiklovir diberikan 3 kali sehari, lebih efektif untuk menurunkan nyeri pada PHN. Bioavailiablitas lebih baik dibandingkan asiklovir. Pemberian oral sama dengan pemberian asiklovir IV. Famsiklovir waktu paruh intrasel lebih lama dibandingkan dengan asiklovir dan valasikovir. Efek samping pemberian antiviral antara lain mual, muntah, pusing dan nyeri perut.

2.Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid pada herpes zoster menunjukkan hasil yang bervariasi pada percobaan klinik. Pemberian prednison bersama dengan asiklovir menunjukkan penurunan nyeri yang signifikan, mencegah neuritis akibat proses inflamasi karena infeksi, serta menurunkan kerusakan pada saraf yang terkena. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kortikostreroid dapat mencegah terjadinya PHN, dan menurunkan nyeri dalam waktu 3 bulan. Percobaan lain tidak menunjukkan manfaat. Beberapa peneliti menganjurkan pemberian kortikosteroid hanya pada pasien berumur lebih dari 50 tahun karena resiko lebih besar untuk terjadi PHN.

3.Analgesik

Nyeri yang diakibatkan oleh herpes zoster dari sedang sampai berat. Nyeri sedang dapat berespon baik terhadap antinyeri, pada nyeri yang berat kadangkala membutuhkan anti nyeri golongan narkotik. Losio yang mengandung calamine , bedak salisilat 2 % sebagai terapi topikal dapat digunakan pada lesi terbuka untuk mengurangi nyeri, gatal serta mencegah timbulnya infeksi sekunder. Bila terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik. Topikal lidokain dan blok saraf dapat digunakan untuk mengurangi nyeri.

Cara terapi

  • Herpes genitalis
    • Obat tablet/krim anti virus, obat pereda sakit menurut petunjuk dokter
    • Hindari hubungan badan paling tidak sampai 1 minggu setelah lepuhan/luka sembuh
    • Kenakan pakaian dalam katun yang nyaman dan longgar

o Pencegahan ;

 Hanya melakkukan hubungan badan dengan suami/istri

 Gunakan kondom

 Hindari melakukan hubungan badan dengan pasangan yang kelaminnya mengeluarkan nanah disertai bengkak pada lipat paha

- Herpes simpleks

o Obat anti virus menurut petunjuk dokter

o Jangan menggaruk lepuhan untuk mencegah jaringan parut dan infeksi sekunder

o Oleskan vaselin untuk mengurangi gatal

o Jangan meminjamkan handuk maupun sapu tangan untuk mencegah penularan

- Herpes zoster

o Obat analgesik kuat dan anti virus menurut petunjuk dokter

o Dapat oleskan kompres kalium permanganat supaya cepat mengeringkan lepuhan

0 komentar:

Posting Komentar